Birokrasi Masa Orde Baru
Birokrasi pada masa Orde Baru
menciptakan strategi politik korporatisme Negara yang bertujuan untuk mendukung
penembusan ke dalam
masyarakat, sekaligus dalam rangka mengontrol publik secara penuh.Pemerintahan
Orde Baru lebih menggunakan birokrasi untuk
mengurus kehidupan publik, dalam arti fungsi regulatif daripada fungsi
pelayanan publiknya. Birokrasi sebagai kepanjangan tangan dari pelaksanaan
regulasi pemerintah. Menjadikan birokrasi sangat tidak terbatas kuasanya dan
sulit dikontrol masyarakat. Masih kuatnya
kultur birokrasi yang menempatkan pejabat birokrasi sebagai penguasa dan
masyarakat sebagai pengguna jasa sebagai pihak yang dikuasai, bukannya sebagai
pengguna jasa yang seharusnya dilayani dengan baik, telah menyebabkan perilaku
pejabat birokrasi menjadi bersikap acuh dan arogan terhadap masyarakat.
Dalam kondisi pelayanan yang sarat
dengan nuansa kultur kekuasaan, publik menjadi pihak yang paling dirugikan.
Kultur kekuasaan dalam birokrasi yang dominan membawa dampak pada terabaikannya
fungsi dan kultur pelayanan birokrasi sebagai abdi masyarakat. Pada saat tersebut
sebenarnya berbagai praktik penyelewengan yang dilakukan oleh birokrasi terjadi
tanpa dapat dicegah secara efektif. Penyelewengan yang dilakukan birokrasi
terhadap masyarakat pengguna jasa menjadikan masyarakat sebagai objek pelayanan
yang dapat dieksploitasi untuk kepentingan pribadi pejabat ataupun aparat
birokrasi. Kultur kekuasaan yang telah terbentuk semenjak masa birokrasi
kerajaan dan kolonial ternyata masih sulit untuk dilepaskan dari perilaku
aparat atau pejabat birokrasi.
Birokrasi Masa Reformasi
Pemerintahan
masa reformasi dimulai dengan keinginan untuk membuat kondisi birokrasi yang
baik (good govermence) seperti membuat undang-undang dan lembaga-lembaga
yang mengatur para birokrat melaksanakan tugas dan fungsinya secara tepat.
Kemudian dalam masa ini dikenal dua macam
birokrasi yaitu birokrasi patrimonial dan birokrasi kapitalisme. Birokrasi
patrimonial sendiri dapat diartikan sebagai perekrutan orang ke dalam birokrasi
didasarkan pada kedekatan hubungan personal yang mengabaikan kualitas individu,
namun lebih memprioritaskan loyalitas kepada atasan. Untuk yang kedua untuk
kapitalisme, disini para birokrat secara aktif terlibat dalam aktivitas bisnis
yang berkaitan dengan pelayanan publik.
Faktor kultural dan struktural seperti
di atas berperan besar dalam mendorong terjadinya KKN di kalangan birokrasi.
Kecenderungan birokrasi untuk bermain politik pada masa reformasi, tampaknya
belum sepenuhnya dapat dihilangkan dari kultur birokrasi di Indonesia.
Inefisiensi kinerja birokrasi dalam penyelengaraan kegiatan pemerintahan dan
pelayanan publik masih tetap terjadi pada masa reformasi walaupun sudah dapat
ditekan. Birokrasi sipil termasuk salah satu sumber terjadinya inefisiensi
pemerintahan. Inefisiensi kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik terlihat
dari masih sering terjadinya kelambanan dan kebocoran anggaran pemerintah.
Jumlah aparat birokrasi sipil yang terlampau besar merupakan salah satu faktor
yang memberikan kontribusi terhadap inefisiensi pelayanan birokrasi.
Perbedaan
Birokrasi/birokrat di Masa Orba dan Reformasi
Kinerja Birokrasi ORBA
: Administrasi yang sangat berbelit-belit, proses
administrasi yang lama, tunduk pada satu
perintah (komando)
Kinerja REFORMASI : Administrasi masih berbelit-belit, proses
administrasi sedikit lebih
cepat, sudah
adanya tata tertib yang mengatur birokrat.
Transparansi
ORBA
: Sangat buruk, karena badan pengawas tunduk kepada Presiden.
Transparansi
REFORMASI : Lebih baik, karena dibuat
lembaga yang khusus untuk mengawasi.
Akuntabilitas
ORBA
: Sangat buruk, karena tanggungjawab langsung
dengan Presiden, tanpa tanggungjawab kepada masyarakat.
Akuntabilitas
REFORMASI : Lebih baik,
karena tidak hanya bertanggungjawab kepada presiden saja, tetapi tanggungjawab
kepada masyarakat melalui media massa.
Efesiensi
Kinerja ORBA: Inefisien terlihat
dengan jelas, dan belum mampu untuk ditekan, karena partisipasi publik sama
sekali belum ada
Efisiensi
Kinerja REFORMASI:
Kinerja
belum terlalu efisien namun sedikit demi sedikit mampu ditekan, karena
partisipasi publik sudah mulai terlihat.
ALFERDO
SATYA KURNIAWAN 201810050311 094
Tidak ada komentar:
Posting Komentar